Powered by Blogger.

The Right to Sight

by - Tuesday, October 08, 2019


Kebetulan saat ini, saya sedang bekerja di salah satu NGO Internasional yang bergerang di bidang inklusi disabilitas. Saya di bagian Kesehatan Mata yang Inklusif. Jadi, banyak waktu saya bekerja yang berhubungan dengan mata.
Mata merupakah salah satu indera yang sangat penting bagi manusia. Gangguan penglihatan mulai dari yang ringan sampai yang berat serta yang dapat menyebabkan kebutaan. Untuk mengatasi permasalahan kebutaan dan gangguan penglihatan, World Health Organization (WHO) membuat program Vision 2020, The Right to Sight, yang merupakan inisatif global dalam penanganan kebutaan dan gangguan penglihatan di seluruh dunia. Di Indonesia, Vision 2020 telah dicanangkan pada 15 Februari 2000 oleh Ibu Megawati Soekarno Putri sebagai Wakil Presiden saat itu.
Dalam upaya mencapai Vision 2020, WHO telah menetapkan setiap hari kamis minggu kedua di bulan Oktober sebagai Hari Penglihatan Sedunia (World Sight Day/WSD) yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2000. Pada tahun 2019 ini, WSD jatuh pada tanggal 10 Oktober. Pada tahun ini, NGO saya membuat kampanye #EyeStandByU.
Sekitar 80% dari gangguan penglihatan dan kebutaan di dunia dapat dicegah. Dua penyebab gangguan penglihatan dan kebutaan terbanyak adalah karena katarak dan gangguan refraksi. Kedua penyebab gangguan penglihatan ini sebenarnya merupakan avoidable blindness (kebutaan yang dapat dicegah).
Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) merupakan standar pengumpulan data gangguan penglihatan dan kebutaan yang ditetapkan oleh WHO. RAAB merupakan survey cepat berbasis populasi untuk penderita kebutaan dan gangguan penglihatan pada orang-orang yang berusia 50 tahun keatas. Berdasarkan hasil Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) yang dilaksanakan di Indonesia pada kisaran tahun 2014 – 2016 di 15 propinsi, prevalensi kebutaan di Indonesia adalah sebesar 3% dimana ini melebihi batas standar minimal dari WHO sebesar 0,5%. Jika prevalensi kebutaan lebih dari 1% menunjukkan adanya keterlibatan masalah sosial / lintas sektor, dimana tidak hanya masalah kesehatan.
Tingginya prevalensi kebutaan di Indonesia membuat Kementrian Kesehatan dan beberapa pihak terkait termasuk NGO, menyusun suatu program yang di sebut Percepatan Penanggulangan Gangguan Penglihatan (PGP) yang diluncurkan pada tahun 2017 dan menargetkan penurunan prevalensi kebutaan sampai 25% per tahun sampai tahun 2030.
Salah satu kegiatannya adalah deteksi dini gangguan penglihatan di tingkatan komunitas/masyarakat yang bisa dilakukan oleh kader atau siapapun. Deteksi dini ini sangatlah mudah dan biasa disebut dengan Metode Hitung Jari.
Bagaimanakah metode hitung jari ini ?
1.   Dua orang berhadap-hadapan dengan jarak sekitar 15 langkah normal orang dewasa.
2.   Orang yang melakukan deteksi dini, menunjukkan jari-jarinya (tidak boleh berurutan, misal setelah menunjukkan jari 1, kemudian jari 2, jari 3 dst, tapi harus berbeda-beda) dan yang orang yang diperiksa menyebutkan berapa jari yang ditunjukkan.
3.   Jika 3x berturut benar, maka orang tersebut tidak memiliki gangguan penglihatan. Namun jika dalam 3x urutan ada setidaknya 1x yang salah, maka orang tersebut dicurigai memiliki gangguan penglihatan.
4.   Segera minta orang tersebut untuk mendatangi layanan kesehatan primer (puskesmas) untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Dalam program kesehatan mata yang inklusif, memastikan setiap orang, termasuk orang dengan disabilitas bisa mengakses layanan kesehatan, terutama layanan kesehatan mata.



#writober
#RBMIPJakarta
#ibuprofesionaljakarta
@ibu.profesional.jakarta
#hari3
#mata
#Vision2020
#TheRightToSight
#EyeStandByU


You May Also Like

0 comments