Powered by Blogger.

Tinjauan Buku Misykat

by - Monday, October 12, 2020






Karya Hamid Fahmy Zarkasyi

Cetakan kedua Oktober 2012

Penerbit INSIST (Insitute for the Study of Islamic Thought and Civilizations), Jakarta




Saat pertama kali membaca judul buku ini “MISYKAT”, yang saya ingat adalah salah satu istilah yang ada dalam Al-Qur’an tepatnya surat al-Nur ayat 35.

“Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya, seperti sebuah lubang yang tidak tembus yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam tabung kaca, (dan) tabung kaca itu bagaikan bintang yang berkilauan, yang dinyalakan dengan minyak dan pohon yang diberkahi, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di timur dan tidak pula di barat, yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah memberi petunjuk kepada cahaya-Nya bagi orang yang Dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Misykat menurut al-Qurtubi dalam Tafsir al-Qurubi dan al-Syaukani dalam Tafsir Fath al-Qadir dan sebagian besar mufassir, adalah lobang kecil dalam rumah seperti jendela kecil yang memantulkan cahaya. Dapat diartikan juga tempat lampu. Tafsirnya, Misykat itu adalah tempat berkumpulnya cahaya yang di dalamnya terdapat lampu atau lainnya yang bercahaya.

Berdasarkan judul tersebut, buku ini diharapkan, dapat menjelaskan atau menerangkan apa yang selama ini kabur dan tidak jelas, mengisi apa yang selama ini kosong dan membuka apa yang selama ini ditutup-tutupi. Buku ini juga mengkritik konsep yang diapresiasi orang dan mengapresiasi konsep yang dikritik orang.

Buku ini merupakan kumpulan respon penulisnya terhadap westernisasi, liberalisasi dan islam yang telah dimuat di berbagai media massa seperti Republika, Sabili, Suara Hidayatullah, ISLAMIA dan Azzikra. Ada pula yang belum dimuat di media manapun.

Buku ini dibagi menjadi 2 bagian. Yang pertama mengenai De-Westernisasi dan yang kedua adalah Deliberalisasi. Banyak istilah-istilah yang membuat kening berkerut saat membacanya. “Bahasa langit” menurut saya. Seperti Iconoclasme, Religious-Humanis, Deprivatization, Averroisme, Blasphemy, serta faham-faham isme-isme lainnya.

Tulisan-tulisan yang dibuat tidak terlalu panjang, namun tetap sarat makna. Penulis menghubungkan faham-faham itu dengan Islam. Bagaimana Islam memandang mengenai faham-faham itu.

Saat bicara mengenai konsep Tuhan, penulis menuliskan seperti berikut:

Ketika Islam berhadapan dengan peradaban dunia, konsep Tuhan dan teks al-Qur’an tidak bermasalah. Hermeneutika allegoris Plato maupun literal Aristotle pun tidak diperlukan. Hujatan terhadap teks dan pelucutan otoritas teolog juga tidak terjadi. Justru kekuatan konsepnya secara sistemik membentuk suatu pandangan hidup (worldview).

Islam tidak ditinggalkan oleh peradaban yang dibangunnya sendiri. Itulah sebabnya ia berkembang menjadi peradaban yang tangguh. Islam adalah pandangan terhadap Tuhan, terhadap alam, dan terhadap manusia yang membentuk sains, seni, individu dan masyarakat. Islam membentuk dunia yang bersifat ketuhanan dan kemanusiaan sekaligus. Jika peradaban Islam dibangun dengan gaya-gaya Barat yang menghujat Tuhan, itu berarti mencampur yang al-haq dengan yang al-batil alias sunt bona mixtra malis.

Saat bicara mengenai Ateis, penulis menuliskan bahwa :

Orang menjadi ateis bukan hanya karena lemah iman, tapi juga salah ilmu. Ilmunya tidak menambah imannya. Epistemologinya tidak teologis dan teologinya tidak epistemologis. Dalam Islam, hati yang tidak berzikir adalah mati, dan otak yang tidak bertafakur akan kufur.

Jika beriman pada Tuhan adalah fitrah semua insan, maka ketika Nietszche membunuh Tuhan –dalam hati dan pikirannya- sejatinya ia telah membunuh fitrahnya sendiri. Jadi Nietszche benar-benar telah melakukan bunuh diri spiritual, spiritual suicide.

Buku ini mengajak kita, para pembaca untuk sedikit melihat Barat dan wacana westernisasi serta liberalisasi dari sisi yang obyektif dan juga dari sudut pandang Islam. Namun karena tulisannya singkat, masih banyak hal yang perlu ada pembahasan lebih mendalam.

Membaca buku ini saya semakin faham, sekaligus semakin berfikir. Perlu diskusi dan sumber literasi lain untuk mengukuhkan pemahaman yang didapat setelah membaca buku ini.

Untuk membuka pikiran pembaca mengenai westernisasi, liberasi dan islam, saya merekomendasikan untuk membaca buku ini.

Tajam, penuh kritik, tapi sekaligus mencerahkan.




Jakarta, 10 Oktober 2020

You May Also Like

0 comments